Sabtu, 22 Oktober 2016

Identifikasi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Desa Bangkelang

I.            PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Kegiatan identifikasi sosial budaya dan ekonomi ini merupakan kegiatan yang sangat penting untuk dilaksanakan guna mengetahui pola interaksi masyarakat dengan kawasan KPHP Model Mandailing Natal yang terjadi pada masyarakat yang menetap di kawasan maupun diluar kawasan KPHP Model Mandailing Natal, dengan seiringnya perkembangan zaman, kehidupan sosial budaya pada masyarakat juga mengalami perubahan, perubahan kehidupan sosial budaya pada masyarakat disebabkan adanya modernisasi dalam segala hal baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Cara hidup yang dahulunya tradisional perlahan demi perlahan kini telah tersentuh modernisasi. Akan tetapi terdapat juga masyarakat yang masih tertutup dalam artian selektif tidak sembarangan menerima modernisasi, dengan alasan untuk menjaga warisan dari nenek moyang mereka.
Hutan adalah salah satu peninggalan dari nenek moyang kita yang harus dijaga demi kelangsungan anak cucu kita di masa yang akan datang,  yang mana hutan merupakan sumberdaya alam yang potensial dan memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan pembangunan. Hutan memiliki berbagai fungsi bagi kehidupan manusia, baik fungsi langsung dalam menunjang kehidupan sosial ekonomi masyarakat sehari – hari, maupun yang tidak langsung.
Manusia memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan meningkatkan kesejahteraannya.Tingkat sosial ekonomi yang rendah dapat menunjang kegiatan yang mengarah kepada kerusakan hutan.Tidak menutup kemungkinan tradisi masyarakatpun berpengaruh terhadap kelestarian dan keamanan hutan yang berbatasan dengan tempat tinggal mereka. Penetapan dan pengelolaan kawasan yang dilindungi adalah salah satu cara terpenting untuk dapat menjamin agar sumberdaya alam bumi dapat dilestarikan, sehingga sumberdaya ini dapat lebih memenuhi kebutuhan umat manusia sekarang dan di masa yang akan datang.
Selain itu juga peran instansi pemerintah  diharapkan dapat memberikan pengaruh yang sangat penting guna merangkul masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pengelolaan, serta pengawasan pada kawasan hutan, sehingga masyarakat dapat dilibatkan langsung dalam kegiatan – kegiatan yang dapat memberikan nilai positif bagi kawasan hutan khususnya yang berada di KPHP Model Mandailing Natal.

B.   Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari kegiatan identifikasi sosial budaya dan ekonomi masyarakat ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak masyarakat yang tinggal disekitar dan dikawasan hutan berinteraksi dengan hutan, dan seberapa besar pengaruh dari kegiatan masyarakat yang memanfaatkan kawasan hutan terhadap tingkat kesejahteraan atau taraf hidup masyarakat itu sendiri.




II.         METODE IDENTIFIKASI

A.           Pemilihan Lokasi
Lokasi yang ditentukan untuk kegiatan identifikasi sosial budaya dan ekonomi masyarakat ini berada di Desa Bangkelang. Pemilihan desa ini dilakukan dengan purposive sampling (ditentukan secara sengaja). Hal ini dikarenakan Desa Bangkelang merupakan desa yang berbatasan langsung dengan kawasan KPHP Model Mandailing Natal dengan fungsi kawasan sebagai Hutan Produksi dan berstatus sebagai Blok Pemberdayaan Masyarakat. Untuk itu, perlu ditinjau langsung seperti apa interaksi masyarakat sekitar serta kehidupan sosial masyarakatnya terhadap kawasan hutan baik secara langsung maupun tidak langsung.
B.           Jenis Data
Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam kegiatan identifikasi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat, yaitu :
1)  Data Primer, adalah data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara terhadap narasumber dan responden serta pengisian kuesioner yang meliputi :
a.     Jati diri responden
b.     Masyarakat (asal usul masyarakat dan aksesibilitas masyarakat menuju kawasan hutan).
c.      Ketergantungan masyarakat dan distribusi manfaat sumber daya hutan (penguasaan lahan, penggunaan lahan, perladangan berpindah, manfaat hutan, akses pemasaran hasil hutan, kegiatan perekonomian yang dikembangkan oleh masyarakat, dan tingkat kesejahteraan masyarakat).
2)   Data sekunder,  adalah data yang diperoleh dari literatur yang tersedia pada instansi pemerintah pada tingkat kabupaten/kota, kecamatan dan desa maupun pihak swasta, sebagai berikut :
a.     Data kependudukan
b.     Data perekonomian (mata pencaharian, pola pertanian, hasil hutan, peternakan, kerajinan tangan/industri kecil, sarana prasarana perekonomian dan aksesibiltas ke pusat perekonomian.
c.      Data penggunaan lahan dan hak ulayat.
d.     Pemanfaatan SDH (pemanfaatan lahan hutan dan pemanfaatan/pemungutan hasil hutan kayu dan non kayu termasuk satwa).
e.     Harga hasil pertanian dan kebutuhan pokok dalam setahun.
f.      Adat istiadat dan proses sosial di masyarakat.
g.     Kelembagaan sosial ekonomi dan budaya yang ada.
h.     Pendidikan (tingkat pendidikan dan sarana pendidikan)
i.       Kesehatan (jumlah tenaga medis dan sarana prasarana termasuk penyakit yang sering diderita masyarakat).
j.      Sarana air bersih, MCK dan penerangan.
k.     Sarana transportasi dan perhubungan.

C.           Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data kegiatan identifikasi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.
1)           Metode Kualitatif
Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh data tentang persepsi, untuk menggali sejarah kepemilikan lahan, kebijakan pemberdayaan masyarakat, interaksi masyarakat dengan sumberdaya hutan, konflik kawasan, serta pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat maupun pemerintah. Untuk memperoleh data tersebut diperlukan 4 teknik pengumpulan data, yaitu (1) studi literatur, (2) observasi, (3) wawancara, dan (4) diskusi terbatas.
a.            Studi/data literatur, dilakukan pada persiapan sebelum ke lapangan, pada saat di lapangan, dan kembali dari lapangan. Pengumpulan data pada tahap persiapan sebelum ke lapangan bertujuan agar tim memahami kondisi umum masyarakat dan rencana pembangunan oleh pemerintah daerah. Data literatur pada saat di lapangan, untuk melengkapi data primer. Data literatur setelah dari lapangan, untuk memperluas wawasan dalam membuat analisa data lapangan. Data literatur dikumpulkan pada tingkat provinsi/kabupaten/kota/ kecamatan berupa buku dalam angka, rencana strategis pemerintah provinsi/kabupaten/kota/kecamatan, monografi desa, dan kebijakan Pemerintah terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan (perundangan, peraturan pemerintah, peraturan daerah).
b.            Observasi, dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata mengenai mata pencaharian masyarakat, permukiman, pemanfaatan sumber daya hutan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, kondisi kesehatan masyarakat, kondisi pendidikan masyarakat, serta kondisi geografis masyarakat, kondisi kesejahteraan masyarakat dan kondisi infrastruktur desa. Untuk mendukung metode observasi perlu dilakukan kegiatan pemotretan sebagai media dokumentasi, dan pengambilan letak geografis yaitu titik koordinat desa dan kawasan hutan.
c.            Wawancara, dilakukan untuk memperoleh keterangan tentang peristiwa yang tidak dapat disaksikan langsung pada saat pelaksanaan kegiatan. Metode ini digunakan untuk memahami sejarah kepemilikan lahan, kebijakan pemberdayaan masyarakat, interaksi masyarakat dengan sumberdaya hutan, konflik kawasan, serta pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat maupun pemerintah.
d.            Diskusi Terbatas, dilakukan di tingkat desa, untuk  memahami interaksi antara masyarakat dengan kawasan hutan, yang mencakup aspek sejarah pemanfaatan dan prospek pengelolaan berdasarkan aspirasi masyarakat. Diskusi dilakukan dengan melibatkan kepala desa, perangkat adat dan tokoh masyarakat/adat.

2)            Metode Kuantitatif
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan sumber mata pencaharian serta potensi perekonomian masyarakat. Metode kuantitatif juga digunakan untuk mengetahui tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan. Metode pengumpulan data menggunakan kuisoner (daftar isian) dengan sumber informasi adalah responden. Jumlah responden pada masing-masing desa sampel sebanyak 15 (lima belas) orang.

D.           Analisa
Analisa data dalam kegiatan identifikasi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hal-hal yang perlu di analisis antara lain adalah:
1.            Pertambahan penduduk
2.            Kebutuhan lahan
3.            Tingkat Kesejahteraan
4.            Tingkat Pendidikan
5.            Kondisi infrastruktur desa (kesehatan, pendidikan, penerangan, air bersih, transportasi, perhubungan, dll)
6.            Konflik atau perbedaan pendapat antara masyarakat dengan pemerintah daerah
7.            Kondisi politik lokal yang berpengaruh terhadap masyarakat dan hutan
8.            Peluang/dukungan terhadap kawasan hutan.






III.       GAMBARAN UMUM LOKASI
A.           BIOFISIK
Berdasarkan hasil peninjauan langsung di lapangan, letak astronomis Desa Bangkelang berada pada N 00’40’11.843 dan E 099’24’159 dengan elevasi  ± 500 mdpl dengan tingkat keakurasian ± 2 m menggunakan GPS versi GPSmap 76CSx. Berdasarkan data yang diperoleh dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM), Desa Bangkelang memiliki luas wilayah ± 2.500 Ha, dengan luas hutan milik masyarakat seluas ± 200 Ha, luas areal persawahan seluas ± 30 Ha, luas areal perkebunan  ± 140 Ha dan sisanya merupakan kawasan Hutan Produksi yang belum memiliki tata batas tata yang sah dan jelas. Bentang wilayah Desa Bangkelang termasuk ke dalam daerah dataran tinggi dengan tingkat curah hujan 400 – 600 mm/tahun dengan jumlah bulan hujan 10 bulan/tahun.

Gambar 1. Peta Lokasi Kegiatan Identifikasi Sosial ekonomi dan budaya masyarakat

Batas – batas administratif wilayah Desa Bangkelang adalah sebagai berikut :
a.      Sebelah Utara     :        Desa Aek Holbung
b.      Sebelah Selatan  :        Desa Aek Nabara
c.      Sebelah Barat      :        Desa Hatupangan
d.      Sebelah Timur     :        Desa Aek Nangali

B.           DEMOGRAFI
Jumlah Kepala Keluarga (KK) yang diperoleh dari data RPJM Desa Bangkelang adalah 300 Kepala Keluarga. Sedangkan untuk data tingkat pendidikan masyarakat Desa Bangkelang adalah sebagai berikut :
a.            Usia 0 – 6 tahun yang belum masuk TK/ play group       : 60 orang
b.            Usia 3 – 6 tahun yang sedang TK/ play group                 : 90 orang
c.            Usia 7 – 18 tahun yang sedang sekolah                           : 159 orang
d.            Usia 18 – 56 tahun yang pernah SD tapi tidak tamat     : 4 orang
e.            Tamat SD/sederajat                                                        : 340 orang
f.             Usia 12 – 56 tahun tidak tamat SLTP                              : 650 orang
g.            Usia 18 – 56 tahun tidak tamat SLTA                             : 130 orang
h.            Tamat SMP/ sederajat                                                    : 81 orang
i.             Tamat SMA/ sederajat                                                    : 75 orang
j.             Tamat D-3/ sederajat                                                     : 9 orang
k.            Tamat S-1/ sederajat                                                     : 22 orang
Masyarakat desa Bangkelang mayoritas bekerja sebagai buruh tani dan buruh kebun. Akses jalan menuju ke kebun dari desa Bangkelang sudah dibangun jalan rabat beton ± 1 km, tahap pengerasan ± 3 km, dan jalan aspal ± 2 km.


C. SARANA DAN PRASARANA
Sarana dan prasarana yang terdapat pada Desa Bangkelang dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 1. Sarana dan Prasarana Desa Bangkelang
No
Jenis Prasarana dan Sarana Desa
Jumlah
1.
Sekolah SD INPRES
1 unit
2.
Posyandu
1 unit
3.
Lembaga Pendidikan Keagamaan
1 unit
4.
PAUD
1 unit
5.
Mesjid
1 unit
6.
Musholla
4 unit
7.
Polindes
1 unit
8.
Kantor Kepala Desa
1 unit

Dari tabel tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa masih banyak sarana dan prasarana yang dibutuhkan demi mendukung pelayanan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat termasuk sarana dan prasarana pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan. Selain itu juga sarana dan prasana kegiatan yang bersifat umum memberikan pelayanan kepada masyarakat dilaksanakan di kantor kepala Desa Bangkelang.








IV.        HASIL DAN ANALISA
A.           Sejarah Desa
Berdasarkan sejarah desa yang terdapat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Bangkelang, asal – usul Desa Bangkelang berasal dari kata “bangkai hilang”. Menurut cerita orang – orang terdahulu, di sekitar tahun 1700-an,  ada manusia yang hilang di hutan ketika mencari rotan. Warga setempat pun melakukan pencarian ke dalam hutan. Alhasil, orang yang hilang tersebut sudah dimakan orang – orang jahat ketika itu, dimana pada waktu itu terdapat bekas pembakaran di salah satu goa di lereng Torsanduduk.
Kemudian tersebarlah berita tentang orang yang hilang tersebut sudah dimakan orang. Setelah itu, ditemukanlah bangkai orang yang hilang tersebut di salah satu anak sungai yang sampai sekarang sungai tersebut dikenal dengan Aek Bangkelang. Menurut beberapa sumber asal – usul penduduk Desa Bangkelang berasal dari Roburan Dolok yang bermarga Nasution. Mereka adalah Jana Guru dan kahangginya Jagading dan Japinto Baru. Lalu Marga Batubara dari daerah kayu laut yang pada masa itu kuburan masih menghadap arah matahari terbit (Timur). Sedangkan ajaran Islam datang dan disebarkan orang – orang dari Sumatera Barat dari daerah Bonjol.
Kehidupan masyarakat Desa Bangkelang sangat kental dengan tradisi –tradisi peninggalan leluhur. Upacara – upacara adat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia seperti ; acara kelahiran, pernikahan, kemalangan, musyawarah keluarga dekat untuk pernikahan (pokat menek), acara musyawarah satu kahanggi untuk pernikahan (pokat godang), dan upacara – upacara yang berhubungan dengan kemasyarakatan  yang selalu dilakukan oleh warga masyarakat. Selain hal itu, tradisi keagamaan (hari – hari besar agama Islam) dan syukuran atas hasil panen atau semacamnya juga masih dilakukan setiap tahun. Kebiasaan menjenguk orang kemalangan masih dilakukan masyarakat.

Kondisi kesehatan masyarakat Desa Bangkelang tergolong cukup baik, terutama setelah adanya Puskesmas dan pelayanan kesehatan masyarakat lainnya. Sedangkan untuk sejarah pemerintahan Desa Bangkelang dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 2. Sejarah Pemerintahan Desa Bangkelang
No.
PERIODE
NAMA KEPALA DESA
KETERANGAN
1.
1945 - 1948
St. Malelo Nasution
Kepala Kampung
2.
1948 - 1960
H.M. Sarif Nasution
Kepala Kampung
3.
1960 - 1967
Muhammad Arif Lubis
Kepala Kampung
4.
1967 - 1977
Muhibbin Nasution
Kepala Desa
5.
1977 - 1994
Muhammad Arif Lubis
Kepala Desa
6.
1994 - 2004
Panukut Nasution
Kepala Desa
7.
2004 - 2009
Ahmad Hadi Hasibuan
Kepala Desa
8.
2009 - 2015
Sulmi Nasution
Kepala Desa
9.
2015 -
H. Husin Nasution
Kepala Desa


Tabel 3. Sejarah Pembangunan Desa
No.
TAHUN
PEMBANGUNAN
KETERANGAN
1.
1965
Pembangunan Gedung SD
APBD
2.
1978
Pembangunan Pasar Tradisional
APBD
3.
1987
Pembangunan Masjid
APBD
4.
1977
Pembangunan MDA
Swadaya
5.
1998
Pembangunan Kantor Desa
APBD
6.
2005
Pembangunan Rapat Beton
PPK
7.
2010
Pembangunan Rapat Beton
PNPM


B.           SISTEM DAN STRUKTUR MASYARAKAT
Struktur organisasi Desa Bangkelang selengkapnya  dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2. Strukutur Organisasi Pemerintahan Desa Bangkelang
Kepala Desa
H. Husin Nst


Sekretaris Desa
Syahdan Rangkuti

KAUR PEM
Irwadi
KAUR PEMB
Ridar Lubis

AGUS
KAUR UMUM
Juniardi Hasibuan
Ketua BPD
Bisman Lubis

BPD
 









                                     

Keterangan Singkatan
1.    KAUR PEMB adalah Kepala urusan pembangunan desa
2.    KAUR PEM adalah Kepala urusan pemerintahan desa
3.    KAUR UMUM adalah Kepala urusan kemasyarakatan desa
4.    BPD adalah Badan Permusyawaratan Desa





C.           KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
Kesejahteraan sosial Desa Bangkelang dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) keseluruhan 300 KK. Untuk jumlah KK yang tergolong  Prasejahtera, Sejahtera, maupun Kaya belum bisa diperoleh. Hal ini disebabkan belum lengkapnya data – data demografi desa yang terdapat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa  ataupun Buku Administrasi Perkembangan Penduduk Desa. Masyarakat Desa Bangkelang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Untuk lebih jelasnya selengkapnya disajikan pada Tabel berikut :
Tabel 4. Mata Pencaharian Masyarakat Desa Bangkelang
No.
Profesi Pekerjaan
Jumlah
1.
Petani
256 orang
2.
Buruh Tani
10 orang
3.
Pegawai Negeri Sipil
20 orang
4.
Pengrajin
3 orang
5.
Pensiunan Pegawai Negeri Sipil
8 orang

Mata pencaharian mayoritas masyarakat Desa Bangkelang adalah petani dan buruh tani. Hal ini disebabkan karena letak geografis yang hanya sesuai dengan wilayah pertanian dan minimnya sumber daya manusia (SDM) menyebabkan masyarakat tidak mempunyai keahlian lain.
D.           ANALISIS USAHA KEHUTANAN DAN TANI MASYARAKAT
Berdasarkan hasil wawancara responden dari masyarakat sebanyak 17 orang yang terdiri dari 2 tokoh masyarakat dan 15 orang warga yang mewakili diperoleh hasil masyarakat Bangkelang adalah penduduk asli turun temurun dan sudah ada dan menetap sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Dan semenjak itu masyarakat sudah menetap menggantungkan hidup dari hasil hutan yang mereka kelola untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidup. Akses jalan menuju hutan dari desa masih berupa jalan  setapak/ jalan tikus dengan panjang jalan ± 3 km. Adapun interaksi langsung/ tidak langsung masyarakat Desa Bangkelang terhadap hutan seperti pemungutan rotan secara perorangan, petani gula aren, berkebun sayur - mayur dan penyadapan getah karet.
Dari hasil wawancara dengan tokoh masyarakat terkait dengan tapal batas hutan, masyarakat desa tidak mengetahui batas – batas hutan dan sampai sekarang belum ada tata batas yang jelas. Masyarakat desa juga mengetahui bahwa di desa mereka terdapat kawasan Hutan Negara. Masyarakat Desa Bangkelang sebagian besar belum mengetahui cara mengelola hutan secara lestari dengan baik, akan tetapi telah mengelola hasil hutan seperti kayu sebagian untuk diambil sebagai kayu bakar dan sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pemukiman/ perumahan. Hasil hutan bukan kayu berupa gula aren ataupun getah karet akan di jual ke pasar/ kepada si pengumpul (toke).
Masyarakat pada umumnya mengusahakan atau mengelola hutan per kepala keluarga berkisar antara 2 – 3 Ha/KK. Dan sebagian ada juga dari masyarakat yang hanya memanfaatkan areal hutan hanya sebagai buruh upah harian di areal orang lain. Masyarakat Desa Bangkelang juga melakukan sistem perladangan berpindah dan areal yang telah mereka kelola ditinggalkan begitu saja lalu menjadi semak belukar yang mana areal tersebut masih berpotensi dan bisa dimanfaatkan dan apabila ada pendampingan atau pemberdayaan ke masyarakat dapat diberlakukan sistem perladangan menetap yang mengelola kawasan hutan secara lestari.
Berdasarkan wawancara dengan Sekretaris Desa Bangkelang, Bapak Syahdan Rangkuti, masyarakat yang ingin melakukan perluasan areal kerja (perambahan) untuk perkebunan atau perladangan di areal kawasan hutan tidak dibebani izin khusus serta tidak ada batasan atau hukum adat yang mengatur/mengikat. Hal ini disebabkan karena hutan tersebut merupakan milik bersama seluruh masyarakat Desa Bangkelang.


V.           KESIMPULAN DAN SARAN
A.           KESIMPULAN
1.    Masyarakat Desa Bangkelang didomisili oleh masyarakat mayoritas bersuku Mandailing dan beragama Islam secara keseluruhan.
2.    Masyarakat mengeluhkan tentang tidak jelasnya tata batas kawasan hutan antara hutan negara dengan hutan milik masyarakat Desa Bangkelang yang bisa dikelola.
3.    Secara aksesibilitas menuju Desa Bangkelang, kondisi jalan lintas kecamatan menuju desa ini sudah termasuk kedalam kondisi yang memiliki akses jalan dalam kategori yang baik serta berada di pinggir jalan lintas.
4.    Masyarakat Desa Bangkelang bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani dan masih ada juga masyarakat yang menggunakan sistem ladang berpindah.
5.    Tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Bangkelang sebagian besar termasuk dalam kategori Keluarga Prasejahtera akibat minimnya keahlian dan kurangnya sumber daya manusia ataupun keterbatasan sumber daya manusianya.

B.           SARAN
1.    Diharapkan kepada pihak pemerintah untuk dapat memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bentuk fasilitasi dan pendampingan untuk kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan secara lestari demi menuju masyrakat yang sejahtera.
2.    Diharapkan kepada pihak pemerintah untuk dapat memperhatikan desa – desa seperti tersebut diatas dalam memberikan tambahan pelayanan kepada masyarakat.








LAMPIRAN


Lampiran 1. Peta Kerja Skala 1 : 20.000

 





Lampiran 2. Beberapa Dokumentasi di Lapangan
    
                                                        

     




























 







0 komentar:

Posting Komentar