I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan identifikasi sosial budaya dan ekonomi ini
merupakan kegiatan yang sangat penting untuk dilaksanakan guna mengetahui pola
interaksi masyarakat dengan kawasan KPHP Model
Mandailing Natal yang terjadi pada masyarakat yang menetap di kawasan maupun
diluar kawasan KPHP Model Mandailing Natal, dengan seiringnya perkembangan
zaman, kehidupan sosial budaya pada masyarakat juga mengalami perubahan,
perubahan kehidupan sosial budaya pada masyarakat disebabkan adanya modernisasi
dalam segala hal baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Cara hidup
yang dahulunya tradisional perlahan demi perlahan kini telah tersentuh
modernisasi. Akan
tetapi terdapat juga masyarakat yang masih tertutup dalam artian selektif tidak
sembarangan menerima modernisasi, dengan alasan untuk menjaga warisan dari
nenek moyang mereka.
Hutan adalah salah satu peninggalan dari
nenek moyang kita yang harus dijaga demi kelangsungan anak cucu kita di masa
yang akan datang, yang mana hutan
merupakan sumberdaya alam yang potensial dan memiliki peranan yang sangat
penting bagi kelangsungan pembangunan. Hutan memiliki berbagai fungsi bagi
kehidupan manusia, baik fungsi langsung dalam menunjang kehidupan sosial
ekonomi masyarakat sehari – hari, maupun yang tidak langsung.
Manusia memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dan meningkatkan kesejahteraannya.Tingkat sosial ekonomi
yang rendah dapat menunjang kegiatan yang mengarah kepada kerusakan hutan.Tidak
menutup kemungkinan tradisi masyarakatpun berpengaruh terhadap kelestarian dan
keamanan hutan yang berbatasan dengan tempat tinggal mereka. Penetapan dan
pengelolaan kawasan yang dilindungi adalah salah satu cara terpenting untuk
dapat menjamin agar sumberdaya alam bumi dapat dilestarikan, sehingga
sumberdaya ini dapat lebih memenuhi kebutuhan umat manusia sekarang dan di masa
yang akan datang.
Selain itu juga peran instansi
pemerintah diharapkan dapat memberikan
pengaruh yang sangat penting guna merangkul masyarakat dalam kegiatan
perencanaan, pengelolaan, serta pengawasan pada kawasan hutan, sehingga
masyarakat dapat dilibatkan langsung dalam kegiatan – kegiatan yang dapat
memberikan nilai positif bagi kawasan hutan khususnya yang berada di KPHP Model
Mandailing Natal.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari kegiatan identifikasi
sosial budaya dan ekonomi masyarakat ini adalah untuk mengetahui seberapa
banyak masyarakat yang tinggal disekitar dan dikawasan hutan berinteraksi
dengan hutan, dan seberapa besar pengaruh dari kegiatan masyarakat yang
memanfaatkan kawasan hutan terhadap tingkat kesejahteraan atau taraf hidup
masyarakat itu sendiri.
II.
METODE
IDENTIFIKASI
A.
Pemilihan Lokasi
Lokasi
yang ditentukan untuk kegiatan
identifikasi sosial budaya dan ekonomi masyarakat ini berada di Desa Bangkelang. Pemilihan desa ini
dilakukan dengan purposive sampling
(ditentukan secara sengaja). Hal ini dikarenakan Desa Bangkelang merupakan
desa yang berbatasan langsung dengan kawasan KPHP Model Mandailing Natal dengan fungsi kawasan sebagai Hutan Produksi dan
berstatus sebagai Blok Pemberdayaan Masyarakat. Untuk itu, perlu ditinjau langsung seperti apa interaksi
masyarakat sekitar serta kehidupan sosial masyarakatnya terhadap kawasan hutan baik
secara langsung maupun tidak langsung.
B.
Jenis
Data
Ada dua jenis data yang dikumpulkan
dalam kegiatan identifikasi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat, yaitu :
1) Data Primer, adalah data yang diperoleh
secara langsung melalui wawancara terhadap narasumber dan responden serta
pengisian kuesioner yang meliputi :
a. Jati
diri responden
b. Masyarakat
(asal usul masyarakat dan aksesibilitas masyarakat menuju kawasan hutan).
c. Ketergantungan
masyarakat dan distribusi manfaat sumber daya hutan (penguasaan lahan,
penggunaan lahan, perladangan berpindah, manfaat hutan, akses pemasaran hasil
hutan, kegiatan perekonomian yang dikembangkan oleh masyarakat, dan tingkat
kesejahteraan masyarakat).
2) Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari literatur
yang tersedia pada instansi pemerintah pada tingkat kabupaten/kota, kecamatan
dan desa maupun pihak swasta, sebagai berikut :
a. Data
kependudukan
b. Data
perekonomian (mata pencaharian, pola pertanian, hasil hutan, peternakan,
kerajinan tangan/industri kecil, sarana prasarana perekonomian dan aksesibiltas
ke pusat perekonomian.
c. Data
penggunaan lahan dan hak ulayat.
d. Pemanfaatan
SDH (pemanfaatan lahan hutan dan pemanfaatan/pemungutan hasil hutan kayu dan
non kayu termasuk satwa).
e. Harga
hasil pertanian dan kebutuhan pokok dalam setahun.
f. Adat
istiadat dan proses sosial di masyarakat.
g. Kelembagaan
sosial ekonomi dan budaya yang ada.
h. Pendidikan
(tingkat pendidikan dan sarana pendidikan)
i. Kesehatan
(jumlah tenaga medis dan sarana prasarana termasuk penyakit yang sering
diderita masyarakat).
j. Sarana
air bersih, MCK dan penerangan.
k. Sarana
transportasi dan perhubungan.
C.
Pengumpulan
Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan
data kegiatan identifikasi
sosial, budaya, dan ekonomi
masyarakat menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.
1)
Metode Kualitatif
Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh data
tentang persepsi, untuk menggali sejarah kepemilikan lahan, kebijakan
pemberdayaan masyarakat, interaksi masyarakat dengan sumberdaya hutan, konflik
kawasan, serta pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat maupun pemerintah.
Untuk memperoleh data tersebut diperlukan 4 teknik pengumpulan data, yaitu (1)
studi literatur, (2) observasi, (3) wawancara, dan (4) diskusi terbatas.
a.
Studi/data literatur,
dilakukan pada persiapan sebelum ke lapangan, pada saat di lapangan, dan
kembali dari lapangan. Pengumpulan data pada tahap persiapan sebelum ke
lapangan bertujuan agar tim memahami kondisi umum masyarakat dan rencana
pembangunan oleh pemerintah daerah. Data literatur pada saat di lapangan, untuk
melengkapi data primer. Data literatur setelah dari lapangan, untuk memperluas
wawasan dalam membuat analisa data lapangan. Data literatur dikumpulkan pada
tingkat provinsi/kabupaten/kota/ kecamatan berupa buku dalam angka, rencana
strategis pemerintah provinsi/kabupaten/kota/kecamatan, monografi desa, dan
kebijakan Pemerintah terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan (perundangan,
peraturan pemerintah, peraturan daerah).
b.
Observasi, dilakukan untuk
memperoleh gambaran nyata mengenai mata pencaharian masyarakat, permukiman,
pemanfaatan sumber daya hutan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, kondisi
kesehatan masyarakat, kondisi pendidikan masyarakat, serta kondisi geografis
masyarakat, kondisi kesejahteraan masyarakat dan kondisi infrastruktur desa.
Untuk mendukung metode observasi perlu dilakukan kegiatan pemotretan sebagai
media dokumentasi, dan pengambilan letak geografis yaitu titik koordinat desa
dan kawasan hutan.
c.
Wawancara, dilakukan untuk
memperoleh keterangan tentang peristiwa yang tidak dapat disaksikan langsung
pada saat pelaksanaan kegiatan. Metode ini digunakan untuk memahami sejarah
kepemilikan lahan, kebijakan pemberdayaan masyarakat, interaksi masyarakat
dengan sumberdaya hutan, konflik kawasan, serta pemanfaatan sumberdaya hutan
oleh masyarakat maupun pemerintah.
d.
Diskusi Terbatas, dilakukan
di tingkat desa, untuk memahami
interaksi antara masyarakat dengan kawasan hutan, yang mencakup aspek sejarah
pemanfaatan dan prospek pengelolaan berdasarkan aspirasi masyarakat. Diskusi
dilakukan dengan melibatkan kepala desa, perangkat adat dan tokoh
masyarakat/adat.
2)
Metode Kuantitatif
Metode
kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat
berdasarkan sumber mata pencaharian serta potensi perekonomian masyarakat.
Metode kuantitatif juga digunakan untuk mengetahui tingkat ketergantungan
masyarakat terhadap kawasan hutan. Metode pengumpulan data menggunakan kuisoner
(daftar isian) dengan sumber informasi adalah responden. Jumlah responden pada
masing-masing desa sampel sebanyak 15 (lima belas) orang.
D.
Analisa
Analisa data dalam kegiatan identifikasi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat
menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hal-hal yang perlu di analisis antara
lain adalah:
1.
Pertambahan penduduk
2.
Kebutuhan lahan
3.
Tingkat Kesejahteraan
4.
Tingkat Pendidikan
5.
Kondisi infrastruktur desa
(kesehatan, pendidikan, penerangan, air bersih, transportasi, perhubungan, dll)
6.
Konflik atau perbedaan
pendapat antara masyarakat dengan pemerintah daerah
7.
Kondisi politik lokal yang
berpengaruh terhadap masyarakat dan hutan
8.
Peluang/dukungan terhadap
kawasan hutan.
III.
GAMBARAN
UMUM LOKASI
A.
BIOFISIK
Berdasarkan hasil peninjauan
langsung di lapangan, letak astronomis Desa Bangkelang berada pada N
00’40’11.843 dan E 099’24’159 dengan elevasi
± 500 mdpl dengan tingkat keakurasian ± 2 m menggunakan GPS versi GPSmap
76CSx. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJM), Desa Bangkelang memiliki luas wilayah ±
2.500 Ha, dengan luas hutan milik masyarakat seluas
± 200 Ha, luas areal persawahan seluas
± 30 Ha, luas areal perkebunan ± 140 Ha dan
sisanya merupakan kawasan Hutan Produksi
yang belum memiliki tata batas tata yang sah dan jelas.
Bentang wilayah Desa Bangkelang termasuk ke dalam daerah dataran
tinggi dengan tingkat curah hujan 400 – 600 mm/tahun dengan jumlah bulan hujan
10 bulan/tahun.
Gambar 1. Peta Lokasi Kegiatan
Identifikasi Sosial ekonomi dan budaya masyarakat
Batas – batas administratif wilayah Desa Bangkelang adalah sebagai berikut :
a.
Sebelah Utara : Desa
Aek Holbung
b.
Sebelah Selatan : Desa
Aek Nabara
c.
Sebelah Barat : Desa
Hatupangan
d.
Sebelah Timur : Desa
Aek Nangali
B.
DEMOGRAFI
Jumlah Kepala Keluarga (KK) yang diperoleh dari data RPJM
Desa Bangkelang adalah 300 Kepala
Keluarga. Sedangkan untuk data
tingkat pendidikan masyarakat Desa Bangkelang adalah sebagai berikut :
a.
Usia 0
– 6 tahun yang belum masuk TK/
play group : 60 orang
b.
Usia 3 – 6 tahun yang
sedang TK/ play group : 90 orang
c.
Usia 7 – 18 tahun yang
sedang sekolah : 159 orang
d.
Usia 18 – 56 tahun yang
pernah SD tapi tidak tamat : 4 orang
e.
Tamat SD/sederajat :
340 orang
f.
Usia 12 – 56 tahun
tidak tamat SLTP : 650 orang
g.
Usia 18 – 56 tahun
tidak tamat SLTA :
130 orang
h.
Tamat SMP/ sederajat :
81 orang
i.
Tamat SMA/ sederajat :
75 orang
j.
Tamat D-3/ sederajat :
9 orang
k.
Tamat S-1/ sederajat :
22 orang
Masyarakat desa Bangkelang mayoritas bekerja sebagai
buruh tani dan buruh kebun. Akses jalan menuju ke kebun dari desa Bangkelang
sudah dibangun jalan rabat beton ± 1 km, tahap pengerasan ± 3 km, dan jalan
aspal ± 2 km.
C.
SARANA
DAN PRASARANA
Sarana dan prasarana yang
terdapat pada Desa Bangkelang dapat
dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 1. Sarana dan Prasarana Desa Bangkelang
No
Jenis Prasarana dan
Sarana Desa
Jumlah
1.
Sekolah SD INPRES
1 unit
2.
Posyandu
1 unit
3.
Lembaga
Pendidikan Keagamaan
1 unit
4.
PAUD
1 unit
5.
Mesjid
1 unit
6.
Musholla
4
unit
7.
Polindes
1 unit
8.
Kantor
Kepala Desa
1 unit
Dari
tabel tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa masih banyak sarana dan prasarana
yang dibutuhkan demi mendukung pelayanan masyarakat dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat termasuk sarana dan prasarana pertanian, kehutanan,
perkebunan dan perikanan. Selain itu juga sarana dan prasana kegiatan yang
bersifat umum memberikan pelayanan kepada masyarakat dilaksanakan di kantor
kepala Desa Bangkelang.
IV.
HASIL
DAN ANALISA
A.
Sejarah
Desa
Berdasarkan sejarah desa yang
terdapat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Bangkelang, asal
– usul Desa Bangkelang berasal dari kata “bangkai hilang”. Menurut cerita orang
– orang terdahulu, di sekitar tahun 1700-an,
ada manusia yang hilang di hutan ketika mencari rotan. Warga setempat pun
melakukan pencarian ke dalam hutan. Alhasil, orang yang hilang tersebut sudah
dimakan orang – orang jahat ketika itu, dimana pada waktu itu terdapat bekas
pembakaran di salah satu goa di lereng Torsanduduk.
Kemudian tersebarlah berita tentang
orang yang hilang tersebut sudah dimakan orang. Setelah itu, ditemukanlah
bangkai orang yang hilang tersebut di salah satu anak sungai yang sampai
sekarang sungai tersebut dikenal dengan Aek Bangkelang. Menurut beberapa sumber
asal – usul penduduk Desa Bangkelang berasal dari Roburan Dolok yang bermarga
Nasution. Mereka adalah Jana Guru dan kahangginya Jagading dan Japinto Baru.
Lalu Marga Batubara dari daerah kayu laut yang pada masa itu kuburan masih
menghadap arah matahari terbit (Timur). Sedangkan ajaran Islam datang dan
disebarkan orang – orang dari Sumatera Barat dari daerah Bonjol.
Kehidupan masyarakat Desa
Bangkelang sangat kental dengan tradisi –tradisi peninggalan leluhur. Upacara –
upacara adat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia seperti ; acara
kelahiran, pernikahan, kemalangan, musyawarah keluarga dekat untuk pernikahan
(pokat menek), acara musyawarah satu kahanggi untuk pernikahan (pokat godang),
dan upacara – upacara yang berhubungan dengan kemasyarakatan yang selalu dilakukan oleh warga masyarakat.
Selain hal itu, tradisi keagamaan (hari – hari besar agama Islam) dan syukuran
atas hasil panen atau semacamnya juga masih dilakukan setiap tahun. Kebiasaan
menjenguk orang kemalangan masih dilakukan masyarakat.
Kondisi kesehatan masyarakat Desa Bangkelang tergolong
cukup baik, terutama setelah adanya Puskesmas dan pelayanan kesehatan
masyarakat lainnya. Sedangkan untuk sejarah pemerintahan
Desa Bangkelang dapat dilihat pada Tabel
berikut :
Tabel
2. Sejarah Pemerintahan Desa Bangkelang
No
|
Jenis Prasarana dan
Sarana Desa
|
Jumlah
|
1.
|
Sekolah SD INPRES
|
1 unit
|
2.
|
Posyandu
|
1 unit
|
3.
|
Lembaga
Pendidikan Keagamaan
|
1 unit
|
4.
|
PAUD
|
1 unit
|
5.
|
Mesjid
|
1 unit
|
6.
|
Musholla
|
4
unit
|
7.
|
Polindes
|
1 unit
|
8.
|
Kantor
Kepala Desa
|
1 unit
|
No.
|
PERIODE
|
NAMA KEPALA DESA
|
KETERANGAN
|
1.
|
1945
- 1948
|
St. Malelo Nasution
|
Kepala Kampung
|
2.
|
1948
- 1960
|
H.M. Sarif Nasution
|
Kepala Kampung
|
3.
|
1960
- 1967
|
Muhammad Arif Lubis
|
Kepala Kampung
|
4.
|
1967
- 1977
|
Muhibbin Nasution
|
Kepala
Desa
|
5.
|
1977
- 1994
|
Muhammad Arif Lubis
|
Kepala
Desa
|
6.
|
1994
- 2004
|
Panukut Nasution
|
Kepala
Desa
|
7.
|
2004
- 2009
|
Ahmad
Hadi Hasibuan
|
Kepala
Desa
|
8.
|
2009
- 2015
|
Sulmi Nasution
|
Kepala
Desa
|
9.
|
2015 -
|
H. Husin Nasution
|
Kepala
Desa
|
Tabel
3. Sejarah Pembangunan Desa
No.
|
TAHUN
|
PEMBANGUNAN
|
KETERANGAN
|
1.
|
1965
|
Pembangunan Gedung SD
|
APBD
|
2.
|
1978
|
Pembangunan Pasar
Tradisional
|
APBD
|
3.
|
1987
|
Pembangunan Masjid
|
APBD
|
4.
|
1977
|
Pembangunan MDA
|
Swadaya
|
5.
|
1998
|
Pembangunan Kantor
Desa
|
APBD
|
6.
|
2005
|
Pembangunan Rapat
Beton
|
PPK
|
7.
|
2010
|
Pembangunan Rapat
Beton
|
PNPM
|
B.
SISTEM
DAN STRUKTUR MASYARAKAT
Struktur organisasi Desa Bangkelang
selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar
2. Strukutur Organisasi Pemerintahan Desa Bangkelang
Kepala Desa
H. Husin Nst
|
Sekretaris Desa
Syahdan Rangkuti
|
KAUR PEM
Irwadi
|
KAUR PEMB
Ridar Lubis
AGUS
|
KAUR UMUM
Juniardi Hasibuan
|
Ketua BPD
Bisman Lubis
BPD
|
Keterangan
Singkatan
1.
KAUR PEMB adalah Kepala urusan pembangunan desa
2.
KAUR PEM adalah Kepala
urusan pemerintahan desa
3.
KAUR UMUM adalah Kepala
urusan kemasyarakatan desa
4. BPD adalah Badan Permusyawaratan Desa
C.
KONDISI
SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
Kesejahteraan sosial Desa Bangkelang dengan
jumlah Kepala Keluarga (KK) keseluruhan 300 KK. Untuk jumlah KK yang tergolong
Prasejahtera, Sejahtera, maupun Kaya belum bisa diperoleh. Hal ini
disebabkan belum lengkapnya data – data demografi desa yang terdapat pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
ataupun Buku Administrasi Perkembangan Penduduk Desa. Masyarakat Desa
Bangkelang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Untuk lebih jelasnya
selengkapnya disajikan pada Tabel berikut :
Tabel
4. Mata Pencaharian Masyarakat Desa Bangkelang
No.
|
Profesi Pekerjaan
|
Jumlah
|
1.
|
Petani
|
256 orang
|
2.
|
Buruh Tani
|
10 orang
|
3.
|
Pegawai Negeri Sipil
|
20 orang
|
4.
|
Pengrajin
|
3 orang
|
5.
|
Pensiunan Pegawai Negeri Sipil
|
8 orang
|
Mata pencaharian mayoritas masyarakat Desa Bangkelang adalah petani dan buruh
tani. Hal ini disebabkan karena letak geografis yang hanya sesuai dengan
wilayah pertanian dan minimnya sumber daya manusia (SDM) menyebabkan masyarakat
tidak mempunyai keahlian lain.
D.
ANALISIS USAHA KEHUTANAN DAN TANI MASYARAKAT
Berdasarkan hasil wawancara
responden dari masyarakat sebanyak 17 orang yang terdiri dari
2 tokoh masyarakat dan 15 orang warga yang mewakili diperoleh hasil masyarakat
Bangkelang adalah penduduk asli turun temurun dan sudah ada dan menetap sebelum kemerdekaan
Republik Indonesia. Dan semenjak itu masyarakat sudah menetap
menggantungkan hidup dari hasil hutan yang mereka kelola untuk mencari nafkah
demi kelangsungan hidup. Akses jalan menuju
hutan dari desa masih berupa jalan setapak/ jalan
tikus dengan panjang jalan ± 3 km. Adapun interaksi langsung/ tidak langsung
masyarakat Desa Bangkelang terhadap hutan seperti
pemungutan rotan secara perorangan,
petani gula aren, berkebun sayur - mayur dan penyadapan getah karet.
Dari hasil
wawancara dengan tokoh masyarakat terkait dengan tapal batas hutan, masyarakat
desa tidak mengetahui batas – batas hutan dan sampai sekarang belum ada tata
batas yang jelas. Masyarakat desa juga mengetahui bahwa di desa mereka terdapat kawasan Hutan Negara.
Masyarakat Desa Bangkelang
sebagian besar belum mengetahui cara mengelola hutan secara lestari dengan
baik, akan tetapi telah mengelola hasil hutan seperti kayu sebagian untuk
diambil sebagai kayu bakar dan sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pemukiman/
perumahan. Hasil hutan bukan kayu berupa gula
aren ataupun getah karet akan di jual ke pasar/ kepada si pengumpul (toke).
Masyarakat pada umumnya
mengusahakan atau mengelola hutan per kepala keluarga berkisar antara 2 – 3
Ha/KK. Dan sebagian ada juga dari masyarakat yang hanya memanfaatkan areal
hutan hanya sebagai buruh upah harian di areal orang lain. Masyarakat Desa Bangkelang juga melakukan sistem perladangan berpindah dan areal
yang telah mereka kelola ditinggalkan begitu saja lalu menjadi semak belukar yang
mana areal tersebut masih berpotensi dan bisa
dimanfaatkan dan apabila ada pendampingan atau
pemberdayaan ke masyarakat dapat diberlakukan sistem
perladangan menetap yang mengelola kawasan hutan secara lestari.
Berdasarkan
wawancara dengan Sekretaris Desa Bangkelang, Bapak Syahdan Rangkuti, masyarakat
yang ingin melakukan perluasan areal
kerja (perambahan) untuk perkebunan atau perladangan di areal kawasan hutan
tidak dibebani izin khusus serta tidak ada
batasan atau hukum adat yang mengatur/mengikat. Hal ini disebabkan karena hutan tersebut merupakan milik
bersama seluruh masyarakat Desa Bangkelang.
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
1. Masyarakat
Desa Bangkelang didomisili
oleh masyarakat mayoritas bersuku Mandailing dan beragama Islam secara
keseluruhan.
2. Masyarakat mengeluhkan tentang tidak jelasnya tata batas
kawasan hutan antara hutan negara dengan hutan milik masyarakat Desa Bangkelang
yang bisa dikelola.
3. Secara
aksesibilitas menuju Desa
Bangkelang, kondisi jalan lintas kecamatan menuju
desa ini sudah termasuk kedalam kondisi yang memiliki akses jalan dalam
kategori yang baik serta berada di pinggir
jalan lintas.
4. Masyarakat
Desa Bangkelang bermata pencaharian
sebagai petani dan buruh tani dan masih
ada juga masyarakat yang menggunakan sistem
ladang berpindah.
5. Tingkat
kesejahteraan masyarakat Desa Bangkelang sebagian besar termasuk
dalam kategori Keluarga Prasejahtera akibat minimnya keahlian dan kurangnya
sumber daya manusia ataupun keterbatasan sumber daya manusianya.
B.
SARAN
1. Diharapkan
kepada pihak pemerintah untuk dapat memberikan bantuan kepada masyarakat dalam
bentuk fasilitasi dan pendampingan untuk kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan
hasil hutan secara lestari demi menuju masyrakat yang sejahtera.
2. Diharapkan
kepada pihak pemerintah untuk dapat memperhatikan desa – desa seperti tersebut
diatas dalam memberikan tambahan pelayanan kepada masyarakat.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Kerja Skala 1 : 20.000
Lampiran 2. Beberapa Dokumentasi di Lapangan
0 komentar:
Posting Komentar